Menjaga Etika dalam Mengutip Konten Digital dan Media Sosial

Kamis, 17 Juli 2025 10:55 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
\x200e3 Tips Menggabungkan Gambar dan Teks dalam Konten Kreatif\x200e
Iklan

Kutipan bukan hanya pelengkap, melainkan bentuk penghargaan terhadap karya intelektual orang lain.

Pendahuluan
Kemajuan teknologi digital telah mengubah cara manusia mencari, menyimpan, dan membagikan informasi. Kini, hampir seluruh aktivitas kita terhubung dengan internet, termasuk dalam proses belajar, berbagi berita, hiburan, hingga komunikasi sehari-hari. Bila dahulu sumber informasi terbatas pada buku dan jurnal ilmiah, kini berbagai informasi bisa diperoleh dari blog, unggahan media sosial, hingga forum daring. Kemudahan ini memang mempermudah akses pengetahuan, namun juga menghadirkan tantangan baru, terutama soal bagaimana cara mengutip konten dari dunia digital secara etis.

Dalam dunia kepenulisan dan akademik, kutipan bukan hanya pelengkap, melainkan bentuk penghargaan terhadap karya intelektual orang lain. Namun, di era digital, banyak orang yang asal menyalin tanpa menyebut sumbernya. Mengutip dari media sosial atau situs daring tanpa aturan bisa berdampak buruk, baik dari sisi etika maupun hukum. Maka dari itu, penting bagi kita memahami dan menerapkan etika saat mengambil informasi dari internet atau media sosial.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Memahami Etika Mengutip
Etika dalam mengutip berarti kita harus menghormati hak cipta dan upaya intelektual orang lain ketika menggunakan karya mereka. Di lingkungan akademik, kutipan menandakan bahwa penulis telah membaca dan mempertimbangkan pemikiran atau temuan orang lain. Dalam dunia digital, prinsip yang sama seharusnya tetap berlaku, tak peduli apakah sumbernya berasal dari jurnal atau sekadar unggahan di Twitter.

Sayangnya, masih banyak yang beranggapan bahwa konten yang tersebar di internet bebas digunakan tanpa batas. Ini adalah kesalahpahaman besar. Semua karya, termasuk tulisan di media sosial, tetap dilindungi hukum dan harus dihargai. Menyalin tanpa menyebut sumber asli bukan hanya tidak etis, tetapi juga bisa dikategorikan sebagai plagiarisme.

Mengapa Etika Mengutip Sangat Penting?
Mengutip dengan benar mencerminkan sikap jujur dan bertanggung jawab dalam menulis. Tindakan ini menunjukkan bahwa kita menghargai ide dan kerja keras orang lain. Dalam dunia akademik, kesalahan dalam mengutip bisa menyebabkan sanksi, sementara di dunia maya, bisa menimbulkan konflik dan menjatuhkan reputasi seseorang.

Mengutip dengan etis juga membantu pembaca memahami dari mana informasi itu berasal. Dengan menyertakan sumber, pembaca bisa menelusuri dan memverifikasi informasi lebih jauh. Hal ini penting untuk menjaga akurasi dan kepercayaan terhadap isi tulisan.

Tantangan Mengutip dari Media Sosial
Tidak seperti buku atau jurnal, media sosial memiliki ciri khas yang membuat proses pengutipan jadi lebih rumit. Banyak akun yang tidak mencantumkan nama asli, unggahan bisa dihapus kapan saja, dan kontennya sering bersifat pribadi. Belum lagi soal keterbatasan karakter seperti pada Twitter, yang membuat kalimat sering terpotong dan kehilangan konteks.

Selain itu, tak sedikit orang yang belum sadar bahwa tulisan, gambar, atau video yang mereka unggah memiliki hak cipta. Mengambil tanpa izin atau menyebutkan akun asalnya adalah pelanggaran etika. Meski terlihat sepele, tindakan ini bisa menimbulkan masalah serius, terutama jika kontennya sensitif atau bersifat pribadi.

Cara Mengutip Konten Digital secara Bertanggung Jawab
Agar tidak terjebak dalam plagiarisme digital, berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan ketika mengutip dari internet dan media sosial:

  1. Sebutkan nama penulis atau pemilik akun
    Saat mengutip dari blog atau unggahan media sosial, pastikan mencantumkan nama penulis atau akun sumber secara lengkap.
  2. Lampirkan tautan asli jika tersedia
    Menambahkan tautan menuju sumber asli akan memudahkan pembaca untuk memeriksa kebenaran dan konteks kutipan.
  3. Hindari mengubah maksud atau makna
    Ambil kutipan sesuai konteks aslinya. Jika hanya mengambil sebagian kalimat, gunakan tanda elipsis (…) agar tidak menyesatkan.
  4. Gunakan tanda kutip untuk kutipan langsung
    Ketika menyalin secara utuh, beri tanda kutip agar pembaca tahu bahwa itu adalah kutipan asli, bukan tulisan penulis sendiri.
  5. Parafrase dengan menyebutkan sumber
    Jika ingin menyampaikan kembali isi kutipan dengan kalimat sendiri, tetap wajib mencantumkan sumbernya.
  6. Minta izin untuk konten tertentu
    Terutama untuk gambar, ilustrasi, video, atau kutipan dari percakapan pribadi, meminta izin langsung merupakan langkah bijak.

Contoh Kasus: Ketika Kutipan Viral Disalahgunakan
Tak jarang kita melihat status atau video viral yang dikutip oleh media tanpa menyertakan sumber. Misalnya, ada seseorang yang membagikan kisah pribadi mengenai diskriminasi yang dialaminya. Kisah tersebut menjadi viral dan diambil oleh media, namun sayangnya tanpa izin atau konteks yang lengkap. Akibatnya, pesan asli berubah dan merugikan si pemilik cerita.

Dalam kasus lain, kutipan dari seorang tokoh di Twitter dikutip secara sepotong oleh media online. Karena tidak menyampaikan kutipan secara utuh, maknanya menjadi bias dan menimbulkan kontroversi. Dari sini kita bisa belajar bahwa menyampaikan kutipan secara akurat dan kontekstual sangatlah penting.

Pendidikan dan Peran Literasi Digital
Institusi pendidikan berperan besar dalam membentuk kesadaran etis dalam mengutip. Mahasiswa perlu diberikan pemahaman sejak awal tentang pentingnya menyebut sumber dan menghargai karya orang lain. Tidak hanya itu, dosen pun harus menjadi teladan dalam menerapkan etika penulisan dan pengutipan.

Literasi digital tidak hanya soal bisa menggunakan teknologi, tapi juga tentang sikap bertanggung jawab terhadap informasi. Generasi muda harus dibekali kemampuan untuk menilai kredibilitas sumber, memahami aturan hak cipta, dan menggunakan informasi dengan benar. Dengan demikian, mereka bisa menjadi pengguna dan pembuat konten yang beretika.

Penutup
Mengutip konten dari internet dan media sosial memang sudah menjadi bagian dari kehidupan digital. Namun, kebebasan ini tidak berarti boleh sembarangan. Diperlukan kesadaran dan tanggung jawab dalam menyertakan sumber, menjaga makna kutipan, serta menghormati hak cipta orang lain. Di tengah derasnya arus informasi, menjaga etika dalam mengutip adalah langkah sederhana namun penting untuk menciptakan ekosistem digital yang sehat dan saling menghargai. Mari mulai dari kebiasaan kecil—dari satu kutipan yang jujur dan beretika.

Daftar Pustaka

  1. Mahsun. (2013). Bahasa Indonesia dalam Perspektif Linguistik. Jakarta: Rajawali Pers.
  2. Dudeney, G., Hockly, N., & Pegrum, M. (2013). Digital Literacies: Concepts, Policies and Practices. Routledge.
  3. Gunawan, H. (2021). “Etika Digital dan Tantangannya.” Jurnal Komunikasi, 12(2), 110–122.
  4. Kurnia, N. (2020). “Literasi Digital dan Etika Berinternet.” Kompasiana.com.
  5. Wijayanto, A. (2019). “Menghindari Plagiarisme di Era Digital.” kumparan.com.

Bagikan Artikel Ini
img-content
misbah ussudur777

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler